Senin, 04 Januari 2010

Memampukan Pendidikan Untuk Anak Tunarungu


EENET asia Newsletters : Kwartal ke-4 2007 / Kwartal ke-1 2008

Memampukan Pendidikan Untuk Anak Tunarungu

Semua anak berhak untuk mendapat pendidikan. Sangatlah penting mengizinkan anak tunarungu untuk mengembangkan kecakapan komunikasi dengan anak lain yang dengan dan tanpa tunarungu.

Anak mulai belajar di dalam dan dari keluarga dan masyarakat mereka. Dengan mengamati bagaimana anak dan orang lain berbicara, bermain dan bekerja sama, anak belajar bagaimana dapat berhubungan baik dengan lainnya. Ketika anak berpartisipasi di dalam keluarga dan masyarakat, mereka juga belajar tentang emosi dan membangun kecakapan sosial.

Tanda-tanda peringatan kemungkinan tunarungu [1]:

  • Kurang perhatian
  • Perkembangan bicara yang kurang
  • Kesulitan mengikuti instruksi
  • Menanggapi lebih baik pada pekerjaan tugas ketika guru tersebut cukup dekat dengan si anak atau lebih baik pada tugas menulis daripada tugas lain yang memerlukan respons secara lisan
  • Anak mengamati apa yang sedang dilakukan teman lainnya sebelum mulai pekerjaannya sendiri [mencari petunjuk]
  • Meminta temannya dan guru untuk berbicara lebih keras
  • Menjawab tidak tepat atau gagal untuk menjawab
  • Anak mungkin kelihatan malu, menarik diri atau terlihat keras kepala dan tidak menurut
  • Menolak untuk berpartisipasi dalam aktivitas lisan, tidak tertawa terhadap lelucon
  • Sering mengeluh sakit telinga, pilek, radang tenggorokan

Memasukkan anak tunarungu di sekolah akan meningkatkan kemampuan mereka dalam berkomunikasi, khususnya dengan belajar membaca dan menulis, hal ini sering dapat menjadi satu cara mereka berkomunikasi dengan orang lain yang tidak mengetahui bahasa isyarat atau mengerti bicara mereka.

Membaca dapat membantu anak tunarungu mengerti ide, emosi dan pengalaman orang lain. Menulis membantu untuk berkomunikasi, berbagi pikiran dan emosi mereka.

Penting juga menyediakan pendidikan untuk anak perempuan. Sering kali anak perempuan tunarungu ditahan di rumah untuk melakukan pekerjaan rumah. Tetapi semua anak perempuan - juga yang tunarungu - perlu belajar ketrampilan supaya mereka aman dan dapat mengambil bagian di masyarakat. Mereka mempunyai hak untuk mengetahui hak mereka, di dalam dan melalui pendidikan mereka dapat bekerja dan hidup berguna dan mandiri sebagai seorang dewasa.

Tidak ada kesepakatan umum mengenai apa yang terbaik untuk anak tunarungu: belajar di sekolah umum, belajar di sekolah luar biasa belajar di sekolah asrama atau bahkan kesepakatan apakah mereka harus belajar berbicara atau melalui bahasa isyarat, atau berbicara dan menggunakan ejaan huruf tangan. Mereka dapat menggunakan bahasa isyarat, gerak-gerik, gambar, bahasa bibir, bicara dan membaca serta menulis. Sangatlah penting mempertimbangkan individu anak dan kebutuhan mereka serta apa yang diperlukan dalam konteks di masyarakat atau sekolah.

Mengajar anak dengan dan tanpa tunarungu di kelas yang sama sering kali menjadi satu cara masyarakat dalam mendidik anak tunarungu. Penting juga mempersiapkan yang lainnya di sekolah seperti para guru dan murid lainnya tentang tunarungu dan tentang bagaimana cara anak ini belajar adalah dengan melihat sebaik-baiknya. Dengan cara ini semua orang di sekolah dapat bersiap menyambut anak-anak tunarungu. Beberapa sekolah lokal mengajarkan bahasa isyarat kepada semua orang dengan demikian anak tunarungu tidak ada yang tertinggal.

Contoh Huruf-huruf Isyarat

Sekolah Inklusif Masyarakat
Manfaat Tantangan
Anak tunarungu dapat terus tinggal dirumah dengan keluarganya. Diejek dan diabaikan oleh anak lain.
Seringkali lebih murah. Kurang pengetahuan antara guru tentang bagaimana cara terbaik mengajar anak dengan kemampuan dengan yang berbeda.
Anak tunarungu dapat tetap menjadi bagian dari masyarakat umum. Mungkin tidak cukup orang fasih dalam bahasa isyarat untuk belajar bahasa lengkap. Perkembangan mental anak dapat terganggu.

Mendukung anak tunarungu ke dalam sekolah umum sangat penting. Dengan dukungan ini [termasuk alat bantu seperti alat bantu dengar] seorang anak tunarungu dapat belajar sama seperti anak lainnya.

Apabila seorang anak dapat sedikit mendengar atau membaca bibir, suara ribut di dalam kelas harus dibuat sekecil mungkin, anak dapat duduk dekat dengan guru dan guru ini harus berhadapan langsung dengan anak ketika berbicara. Juga penting untuk mengecek pandangan mata si anak.

Tunarungu dewasa dapat menolong guru dan murid lainnya dalam belajar bahasa isyarat. Mereka juga dapat menolong guru dengan membantu anak tunarungu di dalam kelas.

Banyak orang berpikir bahwa seorang guru khusus adalah guru terbaik untuk anak tunarungu. Ini tidak selalu benar. Pelatihan mengenai tunarungu tidak selalu membuat seorang guru lebih baik. Seorang guru yang dilatih untuk mengajar anak tunarungu bisa menjadi narasumber untuk guru lainnya. Guru ini dan guru lain yang mengajar anak yang ‘mendengar’ dapat saling belajar dan bekerja satu sama lainnya. Pengalaman berbagi ini dapat bermanfaat bagi semua anak!

Banyak asosiasi lokal atau nasional, atau organisasi pemerintah, agama, masyarakat atau bantuan mulai dengan sekolah khusus yang sering mempunyai asrama untuk anak tunarungu. Ketika anak belajar di sekolah semacam ini, mereka menjadi bagian sebuah masyarakat anak yang kemungkinan diisolasi dari sekelilingnya dan mereka sering kali belajar bahasa isyarat, serta kecakapan untuk bekerja apabila usia tua nanti.

Kelas atau Sekolah terpisah
Manfaat Tantangan
Kesediaan guru dengan pelatihan khusus untuk mengajar anak tunarungu. Anak mungkin tidak cukup belajar bagaimana hidup dan berinteraksi dengan orang yang berada di ‘dunia mendengar’.
Anak mungkin merasakan kurang gangguan sehingga mereka dapat berkomunikasi dengan lainnya di sekeliling mereka. Sekolah ini bisa jauh letaknya dan mahal.
Banyak kesempatan anak untuk bermain, belajar dan mengembangkan ketrampilan sosial dan menjalin pertemanan. Sebuah kelas dapat berisi anak dengan beraneka tingkat kelas dan umur, dengan demikian membuat para guru mengalami kesulitan untuk mempertemukan kebutuhan yang berbeda dari semua anak.

Banyak anak yang memerlukan bantuan untuk belajar hal yang sulit. Anak tunarungu sering kali memerlukan ekstra bantuan untuk belajar kecakapan seperti membaca dan menulis. Anak dengan dan tanpa tunarungu, tua dan muda dapat saling menolong satu sama lainnya dan membuat nyaman di sekolah.

Anak tunarungu dapat berhasil ketika orang tua, sekolah dan masyarakat bekerja sama untuk menciptakan sebuah lingkungan yang positif untuk semua murid.

[1] UN

ESCO (2003) “Understanding and responding to children’s needs in inclusive classrooms” Guide for teachers]

Di adaptasi dari: “Helping children who are deaf” [2004], Yayasan Hesperian
www.hesperian.org/publications_download_deaf.php


EENET asia Newsletters : Kwartal ke-4 2007 / Kwartal ke-1 2008

Selasa, 10 November 2009

Cerita Dari Shafa

Cerita Shafa: Tuna Rungu Jangan Menjadi Hambatan
Posted by tunarungu in terapi wicara Tagged alat bantu dengar, terapi wicara, tuna rungu
Posting ini dibuat oleh Shafa, seorang anak yang merupakan inspirator kami dan anak-anak kami untuk tidak menyerah dengan ke”tidak normal” an pada pendengaran. Berikut merupakan penuturannya.
Namaku Shafa Husnul Khatimah, aku lahir di Bandung tanggal 20 Juni 1991. Aku adalah anak pertama dari 3 bersaudara. Aku dilahirkan dengan keadaan normal, aku cucu pertama dari keluarga ibuku, aku sangat disayang dan diperhatikan oleh keluarga besar ibuku. Ibu dan keluargaku bercerita bahwa aku adalah anak yang sangat lucu dan menggemaskan. Ketika aku bayi sampai usiaku 20 bulan tidak ada yang dikhawatirkan terhadap diriku sebab aku tumbuh dengan sangat wajar, namun pamanku sedikit takut dengan pendengaranku, karena setiap mereka memanggil namaku, tak penah sekalipun aku menoleh, sehingga pamanku menyarankan kepada ibuku untuk memeriksakan pendengaranku, ketika itu ibuku marah besar karena menurut beliau tidak ada masalah dengan pendengaranku. Namun akhirnya ibuku ikut juga saran paman untuk memeriksakan pendengaranku.
Aku diperiksa oleh dokter THT namun dokter tidak yakin apakah aku tuli atau tidak, untuk meyakinkan apakah aku punya masalah pada pendengaranku akhirnya aku periksa BERA (test pendengaran dengan peralatan computer) . Setelah selesai pemeriksaan dan mendapatkan hasilnya betapa terkejutnya keluargaku karena dokter menyatakan bahwa aku termasuk anak tuna rungu berat, ini semua dilihat dari hasil tes BERA yang menunjukkan bahwa untuk telinga kanan tidak tembus ambang 110 Db (Decibel) - kekerasan suara yang terdengar diatas 110 Db - , dan telinga kiri mencapai 110 db.
Setelah mendapatkan hasil tes BERA tersebut keluarga besarku mencari solusi untuk pengobatanku baik melalui dokter sampai ke alternatif, karena mereka beranggapan bahwa kita harus berusaha dan berdoa semaksimal mungkin karena Allah akan memberikan hasil sesuai dengan usaha dan doa kita.
Saat aku memasuki bangku sekolah, aku masuk TK umum di Cimahi ketika usiaku 4 tahun. Aku belum bisa bicara seperti teman-teman yang lain, namun aku tidak berkecil hati sebab aku terus belajar dan mengikuti terapi bicara, namun orang tuaku kasihan melihatku yang sering kali dibicarakan oleh teman-temanku. Akhirnya aku dipindahkan ke sekolah khusus anak tuna rungu di Jakarta. Padahal ketika itu banyak sekali hal-hal yang dikorbankan termasuk karir ayahku dimana ayahku harus cari kerja baru di Jakarta, padahal karir ayahku saat itu cukup bagus, namun demi aku mereka rela memulai dari awal lagi. Di samping itu juga aku sangat sedih harus berpisah dengan ibu Dewi Tirtatawati, beliau adalah salah satu orang yang sangat berharga bagiku, karena tanpa beliau aku belum tentu bisa berbicara seperti sekarang ini. Ibu Dewi adalah guru terapi bicaraku, dia sangat sabar dan sayang kepadaku, aku terapi setiap hari dari hari Senin sampai Jum’at, di rumah sakit Hasan Sadikin Bandung.
Ketika kami pindah ke Jakarta aku dimasukkan ke sekolah SLB-B Santi Rama, namun aku hanya bisa sekolah di sana 2 minggu sebab ibuku melihat aku tidak cocok sekolah di sana. Akhirnya aku dipindahkan lagi ke TK umum Mutiara Indonesia cabang Kayu Putih,selama 2 tahun.
Alhamdulilah ketika aku bersekolah di sana aku punya banyak teman, karena mereka sangat peduli dan mau berteman denganku, walaupun aku belum lancar bicara tapi mereka mau mengerti dan memahamiku. Setelah itu aku pindah lagi ke Cimahi untuk masuk SD. Di Cimahi aku masuk sekolah SD umum yaitu SDN 2 Cimahi. Aku masuk SD berumur 7 tahun. Alhamdulillah aku bisa mengikuti pelajaran dengan baik dan bicaraku pun semakin baik juga sebab aku tetap terapi bicara terus sampai usiaku 7 tahun.
Ketika aku baru masuk SD sampai kelas 4 aku sering dihina teman-temanku, mereka bilang aku si kuping robot sebab di telingaku ada alat bantu dengar, tapi aku tak menghiraukan mereka yang penting aku tidak merugikan mereka dan tidak membalasnya. Alhamdulillah setelah kelas 5 teman-temanku tidak lagi menghinaku. Aku di sekolah tidak minder. Aku berpikir, aku seperti ini adalah kehendak Allah. Aku, orang tuaku dan keluarga besarku tidak ingin aku dikasihani, sehingga aku diperlakukan sama seperti yang lain. Aku di sekolah memang tidak dapat ranking 5 besar tapi nilaiku cukup bagus terbukti dengan nilai UPMPku sehingga aku bisa masuk SMPN 1 Cimahi.yang menurut orang-orang SMPN favorit yang sangat bagus dan berat untuk bisa masuk ke sana.
Ketika aku duduk di kelas 1 SMP, aku memutuskan untuk menggunakan kerudung. Alhamdulillah aku punya banyak teman. Teman-temanku tidak menyangka kalau aku adalah anak tuna rungu, bahkan guru-guru juga. Ibuku selalu bercerita kepada guru-guru BP, padahal aku tidak ada masalah dengan pelajaran di sekolah, kecuali setiap ada pelajaran mendengar (listening), aku sangat susah untuk mengikuti. Alhamdulillah pada pelajaran lain aku dapat menerima dengan cukup baik.
Sekarang aku kelas 3 SMP, aku pernah ikut olimpiade matematika se-kota Cimahi ketika kelas 2 SMP, alhamdulillah aku dapat peringkat 3 ketika tes tertulis. Ketika SD aku juga sering juara lomba Sempoa Aritmatika dan Mewarnai. Aku juga belajar drum sampai sekarang sebab setelah aku belajar drum aku bisa belajar alat musik lain seperti gitar, keyboard, recorder. Sebelum aku belajar drum aku tidak bisa belajar alat musik apapun dan entah kenapa setelah aku belajar drum aku bisa belajar alat musik yang lain. Mungkin di drum aku belajar ketukan sehingga aku sedikit tahu tentang alat musik yang ditentukan dengan tempo (ketukan). Aku juga tidak malu kalau tampil main drum dan aku pernah tampil ketika kota Cimahi berulang tahun. Orang-orang yang tidak tahu tentang keadaanku mereka tidak menyangka bahwa aku anak tuna rungu berat sebab aku bisa bicara seperti anak normal. Namun, memang aku sering tidak bisa mendengar kalau orang bicara pelan walaupun aku sudah pakai Alat Bantu Dengar.
Aku dan keluargaku ingin sekali berbagi kepada semua orang yang memiliki anak tuna rungu, sebab orang sering beranggapan kalau anak tuna rungu itu tidak bisa berbicara dengan lancar. Aku ingin tunjukkan bahwa yang tuna rungu bisa berbicara dengan lancar dan baik sebagaimana orang normal. Kami ingin menginformasikannya kepada semua orang.

Kamis, 01 Januari 2009

PENGANTAR

Blog ini saya dedikasikan untuk anak saya, Diva Khalisha Azkiya dan semua penyandang tuna rungu yang ada di Indonesia dan seluruh dunia yang dapat mengakses site ini.
Blog ini saya harap dapat menjadi media komunikasi bagi penyandang tuna rungu, orang tua, pendidik atau siapapun yang berminat dan mempunyai ketertarikan terhadap tuna rungu, sebuah dunia yang selama ini hanya saya kenal lewat media tetapi saat anak saya terlahir tuna rungu, telah menjadi dunia saya. Wassalam